Tentang

------------ Selamat datang di Blog kami yang sederhana ini ------------ SEMOGA BERMANFAAT. --- Identitas Pemilik Blog ------ Nama : Afif Fuaidi ------ Alamat Rumah : Payaman - Andonosari - Nongkojajar - Pasuruan ------ Facebook : Afif Fuaidi bin Mahfudz ------ Instagram : Apiep_5 (Afif Fuaidi) ---

Kamis, 21 April 2011

Kemurnian Pancasila

Mengembalikan Kemurnian Pancasila

Pancasila telah dinobatkan sebagai dasar negara Indonesia, ideologi pemersatu bangsa yang dijadikan landasan dalam kehidupan bernegara seperti yang diimpikan para pendiri bangsa (founding fathers) Indonesia. Namun realitas saat ini sama sekali tidak sesuai dengan harapan mulia itu.

Pancasila seakan sekadar menjadi simbol belaka tanpa pemahaman dari masyarakat. Mereka tidak menyadari Pancasila sebagai dasar negara mereka. Di saat problem menimpa, justru Pancasila bukan yang pertama kali dijadikan solusi.

Bukan bermaksud menyepelekan landasan dan ideologi lain, semisal agama. Saya sadar betul bahwa Pancasila jauh lebih memperhatikan urusan agama. Hal ini dibuktikan dengan menempatkan permasalahan ketuhanan pada sila pertama. Yang perlu disayangkan adalah nasib Pancasila di tengah kemajemukan Indonesia sekarang ini akibat gempuran globalisasi yang tak henti-henti menghujam kita.

Negara kita memiliki beragam suku dan ideologi. Kemajemukan ini disadari betul oleh para pendiri bangsa kita. Maka pada tanggal 1 Juni 1945, saat persidangan Badan Penyidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI), Soekarno untuk pertama kali memperkenalkan konsep Pancasila. Hal ini didasari semangat untuk mempersatukan Indonesia yang luas dan majemuk. Setelah melalui perdebatan di kalangan tokoh pergerakan nasional, akhirnya Pancasila diterima sebagai dasar negara. Ia menjadi pandangan hidup Indonesia yang bersifat universal bagi Indonesia. Hal ini dapat dilihat dari aspek ketuhanan, kemanusiaan, keindonesiaan, demokrasi dan keadilan yang tertuang dalam kelima sila.

Sepanjang perjalannya, Pancasila tidak terlepas dari berbagai penyimpangan politik penguasa. Jika Presiden Soekarno dengan Dekrit Presidennya menjadikan dirinya sebagai kekuasaan otoriter yang bertentangan dengan Pancasila, Presiden Soeharto justru telah menjadikannya sebagai alat kekuasaan politik (political tool) semata. Melakukan penyelewengan tafsir melalui penataran dan pendidikan di lembaga-lembaga pendidikan, membungkam kedaulatan rakyat atas nama pembangunan nasional.

Saat itu pula, banyak terjadi tindakan-tindakan yang sama sekali berlawanan dengan Pancasila. Korupsi, kolusi, nepotisme dan penyalahgunaan hukum adalah secuil dari dosa yang diperbuat penguasa Orde Baru. Akibat ulah Orde Baru, Pancasila yang seyogianya dapat kembali menjadi perekat komponen bangsa, telah diidentikkan dengan kekuasaan Orde Baru itu sendiri. Seiring dengan lengsernya Orde Baru, munculah sikap dan pandangan baru di kalangan warga negara Indonesia terhadap dasar negara. Mereka menilai Pancasila sudah tidak bersahabat dengan rakyat. Sedangkan demokrasi yang sesungguhnya identik dengan keadilan, persamaan, penghormatan terhadap HAM dan taat hukum.

Sebagai sebuah dasar negara dan pandangan hidup yang telah tercemar, Pancasila memerlukan revitalisasi makna bagi masa depan Indonesia. Azyumardi Azra menegaskan, harus dilakukan rehabilitasi dan rejuvenasi Pancasila. Hal ini dapat dimulai dengan menjadikan Pancasila sebagai public discource (wacana publik). Melalui langkah awal ini sekaligus dapat dilakukan penilaian kembali atas pemaknaan Pancasila selama ini untuk mendapatkan pemaknaan baru.

Sudah semestinya Pancasila ditempatkan secara terhormat dalam khazanah kehidupan berbangsa dan bernegara. Posisinya sebagai panduan nilai dan pedoman bersama (common platform) untuk mewujudkan kesejahteraan hidup bangsa. M Amsar Roedi FT IAIN Walisongo

1 komentar: