PROFIL

Direktur Utama MA_SMK DARUT TAQWA

“Pak Pul” Sosok Visioner Setajam Pedang

Kalau memang kamu benar-benar siswa-siswi MASDATA (MA-SMK DARUT TAQWA), pasti kamu tahu sosok yang satu ini. Yaaa…, beliau adalah kapala sekolah kita yang sudah menjabat sejak tahun 1996 hingga sekarang. Jika kalian ingin tahu lebih banyak tentang beliau yang memepunyai nama singkat “Saifulloh”, bagaimana kehidupan beliau sejak kecil hingga sekarang, maka simaklah ceritanya.

“Pak Pul”, begitu siswa-siswi MASDATA akrab memanggil beliau. Selalu memakai songkok hitam lancip, bersahaja, rapi & tawadlu’ adalah ciri-ciri yang melekat erat pada pribadi beliau, putra yang dilahirkan pada tanggal 3 April 1964 di Kertosono oleh pasangan Bapak Nur Hasyim & Ibu Maslikha ini sengaja di beri nama Saifulloh (Pedang Alloh) karena tahun kelahiran beliau adalah tahun dimana masih gencar-gencarnya peristiwa PKI dan diharapkan beliau menjadi penegak kebenaran. Sejak kecil beliau sudah memiliki prinsip hidup yang kuat. Beliau selalu berani dalam mengambil sikap, berani dalam mengambil resiko & suka mencari pengalaman sebanyak mungkin.

Latar belakang keluarganya yang agamis & berjiwa pendidikan yang kuat yang membuat beliau berhasil menempuh jenjang pendidikan tahap demi tahap. Pengalaman pendidikan beliau duduk di bangku SDN (Sekolah Dasar Negeri) dan lulus pada 1979. setelah itu beliu melanjutkan pendidikannya di MTsN (Madrasah Tsanawiyah Negeri) Kertosono berakhir pada tahun 1982. Kemudian beliau melanjutkan ke MAN(Madrasah Aliah Negeri) Kertosono & lulus tahun 1985. Untuk gelar S1 (Strata Satu) beliau memperolehnya di IAIN (Institusi Agama Islam Negeri) Kertosono pada tahun 1992, dan untuk gelar S2 (Strata Dua) beliau memperolehnya di UNISMA (Universitas Islam Malang) pada tahun 2002. Beliau juga mendapat cukup banyak prestasi yang diraih diantaranya sering mendapat juara 1 & 2 lomba catur, kemudian 1 & 2 lomba bulu tangkis, juara 1 lomba cerdas cermat, dan msih banyak lagi. Oleh karena itu, jangan heran kalau teman-teman mengetahui ”Pak Pul” lihai bermain catur & bulu tangkis.

Masa mudah beliau adalah masa yang penuh dengan petualangan hidup, segala yang dilakukan beliau penuh dengan kreasi dan inovasi. Ada pengalaman menarik bagi beliau, yaitu beliau suka bergaul dengan anak jalanan yang brutal dan suka berkelahi. Menurut beliau “dengan begitu kita bisa menilai seberapa kuat keyakinan kita supaya tidak ikut-ikutan seperti mereka”. Semasa mudanya, beliau juga gemar mempelajari ilmu beladiri khusunya pencak silat. Anehnya untuk mempelajari ilmu beladiri tersebut beliau tidak pernah masuk atau bergabung dengan suatu perguruan silat melainkan dengan berpindah dari satu guru ke guru yang lain.

Selain itu kenyang mengenyam pendidikan formal beliau juga sudah menempuh banyak sekali pendidikan nonformal (keagamaan) pertama kali beliau mondok adalah di pondok pesantren Darul Mu’alimin Kertosono yang di asuh oleh Kyai Ghozali Kholil disinilah beliau paling lama berada dilingkungan pesantren yaitu selama 13 tahun mulai dari SD sampai lulus MA pada tahun 1986 kemudian beliau pindah ke pondok pesantren Al-Falah Bonjonegoro yang di asuh oleh KH. Mashudi Hasan pada tahun 1986 hingga 1992. Disana beliau mondok sambil kuliah di IAIN Sunan Ampel Bojonegoro Fakultas Tarbiyah yang merupakan cabang dari IAIN Sunan Ampel Surabaya yang masih belum ada fakultas tarbiyahnya. Perjalanan beliau belum berakhir di situ, dari Bojonegoro beliau pindah ke sebuah pesantren di kecamatan Papar Kabupaten Kediri pada tahun 1993 dalam rangka mendalami kitab Kutubusy syita, Tafsir dan Fiqih di bawah asuhan KH. Abdulloh Toyyib. Pada tahun itu juga beliau sudah menginjakkan kakinya di bumi Sengonagung tepatnya di Ponpes Ngalah Darut Taqwa pada tahun 1994 beliau mondok lagi di pondok pesantren yang diasuh oleh KH. Yasir di Kepatihan Kabupaten Nganjuk untuk mendalami kitab-kitab Tasawuh, Tanwirul Qulub dan Ihyak Ulumumuddin. Belum selesai, pada tahun 1995 beliau masih menyempatkan diri belajar kitab Tibun Nabawi di sebuah pesantren yang diasuh oleh KH. Asmuni yang berada di Patok Kediri. Untuk mendalami ilmu Thoriqqahnya, sejak tahun 1984 beliau dibina langsung oleh KH. Munawir dan diteruskan KH. Soleh Bahruddin hingga sekarang. Ketika itu KH. Munawir langsung memanggil beliau yang masih duduk di bangku Aliah untuk mempelajari ilmu Thoriqoh tersebut. Uniknya saking seringnya beliau mondok dan saking banyaknya pondok pesantren yng ditempatinya, hingga membuat beliau lupa akan nama beberapa pondok pesantren tersebut.

Kisah hijrahnya “Pak Pul” dari Kertosono ke bumi Darut Taqwa dimulai semenjak Beliau masih kuliah di IAIN Sunan Ampel Bojonegoro pada tahun 1989. Ketika itu beliau pergi mengantar kakaknya yang bernama Zainal Arifin menghadiri acara wisuda kakaknya tersebut. Sepulang dari acara wisuda itu, beliau diajak kakaknya untuk “sowan” ke kediaman KH. Bahruddin Kalam (Ayah KH. Sholeh Bahruddin) yang berada di Carat Gempol Pasuruan yang pada waktu itu sedang Gerah (sakit). Ketika itu KH. Bahruddin Kalam berkata dengan bahasa Jawa “Sambangono anakku Sholeh neng Sengon”, dan beliau menyanggupinya. Lambat laun janji kepada Pak-Dhenya (KH.Bahruddin Kalam) itu terlupakan. Baru pada tahun 1993 beliau ingat akan wasiat yang diberikan itu. Tanpa membuang waktu-waktu lagi pada 5 September tepatnya pada hari Ahad Pon 1993, berangkatlah beliau ke desa Sengonagung Kecamatan Purwosari Kabupaten Pasuruan ini dan menemui KH. Sholeh Bahruddin. Pertama kali bertandang ke Darut Taqwa, yayasan yang didirikan KH. Sholeh Bahruddin, penampilan beliau masih terkesan liar karena potongan rambutnya beliau yang panjang sampai sebahu dengan pakaian seadanya. Orang-orang disana keheranan melihat beliau yang masih terkesan baru di lingkungan itu.

Singkat cerita, beliau langsung diutus menetap di Pondok Pesantren Ngalah ini dan diutus mengajar Wustho Tsalis (Madrasah Diniyah). Yang lebih mengagumkan lagi yaitu dalam waktu singkat itu beliau diberi amanat untuk menjadi kepala pondok (selama 3 tahun) dan juga mengajar di MTs dan MA. Selang 2 tahun, beliau “sowan” kepada KH. Sholeh Bahruddin untuk pamit ke Kertosono, tetapi Romo Kyai melarang keras dan malah diutus untuk mengamalkan ilmunya di sini dan menetap di Sengonagung tepatnya di Dusun Kembang Kuning.

Beliau menikah pada tanggal 16 Juni 1996 dengan seorang gadis yang bernama “Uswatun Khasanah” (pilihan Romo Kyai), sebuah perhelatan terjadi pada hidupnya. Ada hal yang menarik dalam acara pernikahan beliau, yaitu pada tanggal 1 Suro (kalender Jawa) atau 1 Mukharrom (kalender Arab), dimana pada tanggal itu tidak lazim bagi seseorang untuk menjalankan perhelatan sebesar itu. Lika-liku kehidupan dalam keluarga beliau lalui dengan harmonis. Hingga saat ini beliau di karuniai 2 orang anak 3 orang putri Warodatu Jannah (almarhumah), Akhmad Zukhal Murtadlo, Labibatun Nuriah, A’imatuz Zuhdiah, dan Akhmad Yaim Muntaqo.

Beliau menjadi kepala sekolah menggantikan kedudukan Bapak Salam tepat satu minggu setelai beliau menikah, lagi-lagi karena di utus Romo Kyai memang tidak mudah menjalani itu semua. Segala bentuk anggapan negatif selalu mengiringi langkah beliau karena kariernya yang begitu cepat melesat di Darut Taqwa ini. Beliau selalu berpegang teguh pada prinsip “Bukan yang minta, tapi yang memberi amanat dan harus dijalankan sebaik-baiknya”.

Segenap perjuangan beliau selama ini membuahkan hasil positif yang dapat kita saksikan sekarang. MASDATA menjadi sekolah yang berkembang pesat dengan berbagai jurusan mulai dari Agama yang merupakan jurusan pertama kali dan kemudian dihapus, IPS (1996), Bahasa (1998), IPA (1999), MAK (2000) dan SMK (2002). Obsesi beliau untuk MASDATA adalah beliau menginginkan sekolah ini menjadi percontohan “Pilot Projek” MA Swasta se-Kabupaten Pasuruan.

Dimata dewan guru, beliau merupakan seorang pemimpin yang Kharismatik atau mempunyai daya tarik (pembawaan sejak lahir yang sulit dimiliki oleh orang lain). Demokratis dan Visioner (mempunyai wawasan luas ke depan). Beliau selalu memberi kepercayaan kepada bawahan, tidak suka mendikte bawahannya dan tegas dalam menindak kesalahan yang dilakukan bawahannya.