Cara-cara Memperkirakan Biaya
Pendidikan
Ada
dua cara untuk memperkirakan biaya pendidikan, yaitu (1) memperkirakan biaya
atas dasar sumber-sumber pembiayaan, dan (2) memperkirakan biaya atas dasar
laporan dari lembaga-lembaga pendidikan.
Cara
yang pertama dilakukan dengan cara meneliti laporan dari sumber-sumber pembiayaan
pendidikan. Menurut sifatnya sumber-sumber ini dibedakan atas (1) pengeluaran
yang menyeluruh, dan (2) pengeluaran menurut status, tingkat, dan sifatnya.
Pengeluaran menyeluruh terdiri atas (a) sumber-sumber pemerintah, yang terdiri
atas (1) pemerintah pusat, (2) pemerintah daerah, dan (3) bantuan luar negeri.
Pengeluaran menurut status dan sifatnya. Menurut statusnya pengeluaran
dibedakan atas pengeluaran dari lembaga pendidikan pemerintah dan pengeluaran
pendidikan swasta. Kemudian menurut tingkatnya, yaitu TK, SD, SLTP, SLTA (SMU
dan SMK), dan perguruan tinggi. Selanjutnya menurut sifatnya pengeluaran
dibedakan atas pengeluaran berulang, pengeluaran modal, dan pengeluaran
lainnya.
Cara
yang kedua, ialah menggunakan secara langsung laporan dari lembaga-lembaga
pendidikan. Untuk keperluan membuat perkiraan tersebut harus dipenuhi
syarat-syarat sebagai berikut. Yang pertama, dan yang terpenting adalah harus
ada laporan dari lembaga-lembaga pendidikan. Kedua, laporan tersebut harus
dibuat menurut pola standar fungsional yang seragam. Ketiga, laporan harus memperlihatkan
keseluruhan biaya operasi dari lembaga tersebut.
Pemilihan
unit-unit untuk penetapan biaya dilakukan dengan cara menghitung biaya: per lulusan,
biaya menurut tingkatan pendidikan, biaya unit per anak didik, rata-rata biaya
kehadiran sehari-hari, biaya modal per tempat, biaya rata-rata per kelas, dan
biaya berulang rata-rata per pendidik.
Proyeksi
biaya unit meliputi pembiayaan modal dan biaya berulang. Untuk itu perlu memperkirakan
luasnya akibat tujuan kuantitatif dan kualitatif dalam memperhitungkan
rata-rata biaya unit berulang untuk tahun yang bersangkutan.
Komponen-komponen biaya
pendidikan meliputi komponen untuk:
Komponen-komponen
biaya pendidikan yang memberikan kontribusi terhadap kualitas dan optimalisasi
Proses Belajar Mengajar (PBM) adalah:
Komponen-komponen
utama manajemen keuangan yang mendukung terlaksananya optimalisasi komponen
biaya-biaya pendidikan adalah sebagai berikut:
a) Sumber Dana Pendidikan
Lembaga
pendidikan dalam melaksanakan tugasnya menerima dana dari berbagai sumber.
Penerimaan dari berbagai sumber tersebut perlu dikelola dengan baik dan benar.
Banyak
pendekatan yang digunakan dalam pengelolaan penerimaan keuangan pendidikan,
namun dalam pelaksanaannya pendekatan-pendekatan tersebut memiliki berbagai
persamaan.
Sumber-sumber
dana pendidikan antara lain meliputi: Anggaran rutin (DIK); Anggaran
pembangunan (DIP); Dana Penunjang Pendidikan (DPP); Dana BP3; Donatur; dan
lain-lain yang dianggap sah oleh semua pihak yang terkait. Pendanaan pendidikan
pada dasarnya bersumber dari pemerintah, orang tua dan masyarakat (pasal 33 No.
2 tahun 1989).
Sejalan
dengan adanya Manajemen Berbasis Sekolah (MBS), sekolah dapat menggali dan
mencari sumber-sumber dana dari pihak masyarakat, baik secara perorangan maupun
secara melembaga, baik di dalam maupun di luar negeri, sejalan dengan semangat
globalisasi.
Dana
yang diperoleh dari berbagai sumber itu perlu digunakan untuk kepentingan
sekolah, khususnya kegiatan belajar mengajar secara efektif dan efisien.
Sehubungan dengan itu, setiap perolehan dana, pengeluarannya harus didasarkan
pada kebutuhan-kebutuhan yang telah disesuaikan dengan rencana anggaran
pembiayaan sekolah (RAPBS).
b) Konsep
Dasar Perencanaan Pendidikan
Pengertian
perencanaan pendidikan menurut C.E. Beeby adalah suatu usaha melihat ke masa
depan dalam menentukan kebijakan, prioritas dan biaya pendidikan dengan
mempertimbangkan kenyataan-kenyataan yang ada dalam bidang ekonomi, sosial dan
politik untuk mengembangkan potensi sistem pendidikan nasional, memenuhi
kebutuhan bangsa dan anak didik yang dilayani oleh sitem tersebut. Definisi
tersebut merupakan demensi baru dalam perencanaan pendidikan. Perbedaan dengan
perencanaan klasik ialah dalam hal perhatiannya yang diberikan kepada
pertumbuhan ekonomi, pengembangan sumber tenaga kerja dan terhadap perencanaan
makro. Pada perencanaan klasik tidak memperhatikan hal tersebut.
Perencanaan
pendidikan di Indonesia merupakan suatu proses penyusunan alternatif kebijakan
mengatasi masalah yang akan dilaksanakan dalam rangka pencapaian tujuan
pembangunan pendidikan nasional yang mempertimbangkan kenyataan-kenyataaan yang
ada di bidang sosial ekonomi sosial budaya dan kebutuhan pembangunan secara
menyeluruh terhadap pendidikan nasional.
Perencanaan
pendidikan sebagai suatu alat yang dapat membantu para pengelola pendidikan
untuk menjadi lebih berdaya guna dalam melaksanakan tugas dan fungsinya.
Perencanaan pendidikan akan dapat menolong pencapaian suatu target atau sasaran
secara lebih ekonomis, tepat waktu dan memberi peluang untuk lebih mudah
dikontrol dan dimonitor dalam pelaksanaannya. Perencanaan dapat membantu
pelaksanaan kegiatan berjalan dengan baik dan diperlukan pengetahuan dan
kemampuan dari para pelaksananya, perlu pemahaman fungsi-fungsi manajemen yang
lain di antaranya kemampuan mengorganisasikan, mengkoordinasikan, mengawasi dan
mengevaluasi kegiatan-kegiatan pendidikan yang telah dilaksanakan.
Tanpa
perencanaan yang baik maka pencapaian tujuan pendidikan tidak akan dapat dicapai
sesuai harapan. Di Indonesia masalah pendidikan harus ditangani melalui
perencanaan yang baik, hal ini dikarenakan:
c) Pendidikan
dan Ketenagakerjaan
Terjadinya
pergeseran strutur ekonomi dari sektor pertanian ke sektor industri yang
diperkirakan akan berlangsung dalam periode pembangunan jangka panjang 25 tahun
kedua yang akan datang, menimbulkan kebutuhan peningkatan kemampuan dan
keterampilan seperti yang diperlukan dalam pengembangan sektor industri.
Di
samping itu mengingat terbatasnya kemampuan dari tenaga kerja yang diduga akan
bergeser darai sektor pertanian ke sektor industri skala kecil dan sedang,
serta sektor pertanian ke tingkat perkembangannya mempunyai kaitan erat dengan
sektor industri. Keanekaragaman pengetahuan dan keterampilan yang diperlukan
oleh sektor jasa ini sangat mempengaruhi jenis pengetahuan dan keterampilan
yang diperlukan.
Mengenai
perubahan komposisi tenaga kerja menurut tingkat pendidikan dapat diperoleh
gambaran sebagai berikut. Dengan anggapan tingkat pertumbuhan ekonomi sebesar 7
persen, maka pada akhir pembangunan jangka panjang 25 tahun kedua, diperoleh
proporsi tenaga kerja yang berpendidikan dasar sebesar 52 persen dan yang
berpendidikan menengah sebesar 32 persen; sedangkan berpendidikan tinggi
sebesar 6 persen dan yang tidak berpendidikan sebesar 11 persen. Bila digunakan
anggapan tingkat pertumbuhan ekonomi sebesar 8 persen, maka proporsi tenaga
kerja yang berpendidikan dasar akan menjadi 52 persen dan yang berpendidikan
menengah akan menjadi 34 persen; sedangkan yang berpendidikan tinggi mencapai 8
persen. Untuk mendapatkan proporsi ketenagakerjaan seperti tergambar di atas,
maka peranan pendidikan dan latihan menjadi sangat penting bagi Indonesia.
Beberapa
pendapat menyatakan bahwa keterampilan tersebut harus dihasilkan dalam lembaga
pendidikan formal, namun ada pendapat yang menyatakan bahwa keterampilan
tersebut dihasilkan di luar lembaga pendidikan formal.
Salah
satu sudut pandang mengatakan bahwa sektor pendidikan yang berkewajiban
menyediakan keterampilan yang diperlukan oleh lapangan kerja. Dengan demikian
pendidikan formal di sekolah harus berorientasikan kepada peningkatan
keterampilan anak didik. Ini berarti juga penyesuaian kurikulum dan penyediaan
program keterampilan di sekolah.
Untuk
menghindari program latihan bagi setiap perusahaan, dana latihan dari setiap
perusahaan dapat dihimpun sehingga menjadi semacam tabungan bersama. Tabungan
ini dapat diguanakan untuk mendirikan lembaga yang dapat memberikan pelajaraan
mengenai keterampilan-keterampilan yang diperlukan pembangunan. Dengan demikian
tidak diperlukan program “on the job training” bagi setiap perusahaan.
Sementara pendidikan kejuruan dan politeknik masih diberikan pada pendidikan
formal, maka program bersama “on the job training” dapat mendukung pembentukan
keterampilan yang diperlukan dalam pembangunan nasional.
d) Pengertian
dan Masalah Demografi
Demografi
dapat diartkan sebagai ilmu yang mempelajari kelompok manusia atau penduduk,
oleh karena itu disebut juga itu kependudukan. Pemahaman masalah kependudukan
diperlukan pada setiap sektor kegiatan ekonomi, misalnya; bidang pertanian,
bidang kesehatan dan terutama bidang pendidikan.
Bidang
pendidikan menjadikan penduduk sebagai objek pelayanan, yang sepanjang waktu
selalu mengalami perubahan, baik mengenai jumlah, komposisi dan penyebarannya.
Untuk itu perlu diketahui aspek dinamis kependudukan, terdapat hubungan yang
erat sekali antara demografi dengan perencanaan pendidikan.
-
Jumlah penduduk yang besar dan tingkat
pertumbuhan yang tinggi
-
Penyebaran dan kepadatan penduduk
yang tidak merata
-
Kualitas penduduk yang perlu
ditingkatkan
Pertumbuhan
penduduk dipengaruhi oleh faktor; kematian, kelahiran dan perpindahan. Untuk
mengatasi masalah kependudukan dilakukan dengan adanya program keluarga
berencana, yang pada prinsipnya mengupayakan keluarga kecil yang sejahtera.
Program pendidikan pun tidak kalah penting dalam upaya penanggulangan masalah
kependudukan. Karena makin tinggi tingkat pendidikan akan dapat menunda
perkawinan, dan kesempatan untuk melahirkan menjadi makin berkurang. Faktor
utama dalam pendidikan adalah kemampuan dalam membuat perencanaan, termasuk
dalam merencanakan keluarga yang sejahtera. Jadi sasarannya dalam program
keluarga berencana adalah bagi mereka yang berpendidikan rendah yang masih
beranggapan bahwa masalah kelahiran merupakan masalah takdir yang hanya
diserahkan kepada Yang Maha Kuasa.
Tingkat
pertumbuhan penduduk yang tinggi akan menjadi beban setiap usaha pembangunan di
segala bidang yang meliputi pendidikan, kesehatan, pangan, pertanian,
perhubungan dan pemukiman. Jumlah penduduk yang besar disertai tingkat
pertumbuhan yang tinggi menjadi salah satu penghambat dalam perencanan
pembangunan pendidikan, karena:
-
Sektor-sektor lain di luar sektor
pendidikan juga akan menyerap anggaran, berarti mempengaruhi penyediaan dana
untuk pendidikan
-
sebagian besar penghasilan
masyarakat terserap untuk membiayai penduduk muda sehingga mengurangi kemampuan
masyarakat membantu pemerintah dalam menyelenggarakan pendidikan
Untuk
itulah masalah kependudukan harus mendapat perhatian dari pemerintah dan
seluruh masyarakat secaraa bersama-sama.
Perencanaan
Pendidikan Sosial dan Ekonomi
Pendidikan
dan kehidupan masyarakat saling pengaruh-mempengaruhi. Pendidikan dipengaruhi
oleh kondisi masyarakat, antara lain, keadaan sosial ekonomi; faktor
kesenjangan sosial ekonomi akan mempengaruhi strategi dalam perencanaan
pendidikan. Pendidikan mempengaruhi kehidupan masyarakat, dengan memberikan
ilmu pengetahuan, keterampilan, pendidikan akal, budi pekerti dan kerohanian
kepada anak didik atau generasi muda secara langsung maupun tidak langsung akan
menentukan jenis pekerjaan dan penghidupan di kemudian hari, profesinya akan
menempatkan seseorang pada tingkat sosial ekonomi tertentu dan mepengaruhi
perkembangan generasi seterusnya.
Kegiatan
pendidikan pada hakikatnya adalah pembangunan manusia Indonesia dan pembangunan
seluruh masyarakat Indonesia yang maju dan berkepribadian Indonesia. Pendidikan
sebagai bagian dari kebudayaan tidak berdiri sendiri, oleh karena itu
perencanaan pendidikan perlu mengetahui aspek-aspek sosial dan ekonomi yang
mempunyai hubungan dan peranan dalam pertumbuhan dan perubahan pendidilkan.
Perencanaan regional perlu mempertimbangkan aspek sosiologis seperti kebiasaan,
adat istiadat dan kebudayaan serta nilai-nilai budaya masyarakat setempat dan
aspek-aspek ekonomi seperti tingkat pendapatan, pola konsumsi, kebiasaan
menabung dan sebagainya.
Setiap
kebijakan yang dituangkan dalam rencana pendidikan yang dilaksanakan akan
mempengaruhi kehidupan sosial dan tingkah laku kelompok masyarakat, oleh karena
itu dalam perencanaan pendidikan harus memperhatikan aspek-aspek sosiologis
yang berkaitan dengan pembangunan pendidikan, di antaranya:
-
bagaimana aspirasi masyarakat
terhadap pendidikan, di mana pendidikan dapat memberikan kesempatan untuk
memperbaiki mutu kehidupan;
-
bagaimana mendapatkan pendidikan
yang mudah dan murah sesuai dengan kemampuan ekonomi masyarakat;
-
bagaimana mempersiapkan fasilitas
pendidikan dan mutu pendidikan yang baik;
-
bagaimana menghadapi situasi dan
aspirasi masyarakat yang selalu bergerak dan berkembang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar